Dalam hukum Indonesia, perspektif mengenai tidak adanya sidang merupakan hal yang menarik untuk dibahas. Sidang merupakan salah satu tahapan penting dalam proses hukum yang biasanya dilakukan untuk menyelesaikan suatu masalah atau kasus hukum.
Menurut Dr. Abdul Hakim Garuda Nusantara, seorang pakar hukum pidana, “Tidak adanya sidang bisa terjadi karena berbagai faktor, seperti kesepakatan damai antara kedua belah pihak atau karena tidak ada bukti yang kuat untuk melanjutkan proses hukum.”
Namun, meskipun tidak ada sidang, bukan berarti masalah hukum tersebut selesai begitu saja. Menurut UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pasal 19 menyebutkan bahwa “Penyelesaian perkara di luar sidang dapat dilakukan dengan persetujuan para pihak yang bersengketa dan harus disahkan oleh pengadilan.”
Hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya sidang tidak serta merta menghentikan proses hukum, namun bisa dilakukan penyelesaian di luar sidang dengan persetujuan para pihak yang bersengketa.
Dalam konteks hukum perdata, tidak adanya sidang juga bisa terjadi karena penyelesaian sengketa melalui mediasi atau arbitrase. Menurut Hendarman Supandji, mantan Jaksa Agung Republik Indonesia, “Mediasi dan arbitrase merupakan alternatif yang efektif untuk menyelesaikan sengketa tanpa melalui sidang di pengadilan.”
Dengan demikian, perspektif hukum Indonesia tentang tidak ada sidang menunjukkan bahwa terdapat berbagai cara untuk menyelesaikan masalah hukum tanpa melalui proses sidang di pengadilan. Hal ini menunjukkan fleksibilitas sistem hukum Indonesia dalam menyelesaikan berbagai masalah hukum yang ada.